Perkembangan Industri rekaman Indonesia

Kamis, 29 Mei 2014

Perkembangan Industri rekaman Indonesia

Pada mulanya adalah music klasik  dan jazz, lalu gramafon Columbia made in USA dan peralatan studio rekaman dibawa ke Hindia Belanda pada awal abadke -20, seratus tahun silam. Setelah itu baru tercatat berdirinya perusahaan rekaman ODEON, CANARY, dan HIS MASTER VOICE di Surabaya, yang memproduksi piringan hitam untuk orang-orang kaya perkotaan yang jumahnya tidak seberapa.

            Catatan keberadaan perusahaan rekaman di Indonesia sekitar tahun 1954 ketika IRAMA berdiri, disusul DIMITA, REMACO di Jakarta dan perusahaan rekamanj milik negara LOKANANTA di Solo. Pencipta music Suyoso Karsono yang lebih dikenal Mas Yos menggunakan garasi rumahnya di Jalan Theresia, Jakartta, untuk merekam sejumlah grup music, dari sinilah lahir perusahaan rekaman IRAMA.

            Yang pertama direkam IRAMA adalah sebuah quintet yang terdiri dari Dick Abel, Max van Dalm, Van der Cepellen, dan Nick Mamahit. Perusahaan rekaman pertama setalah kemerdekaan Indonesia ini juga memproduksi penyanyi dan grup music Melayu seperti Hasnah Tahar (Burung Nuri, Khayalan dan Penyair), yang diiringi Orkes Melayu Bukit Siguntang pimpinan A Chalik.

            Kemudian Munif Bahasuan (Ratapan Anak Tiri), Oslan Husein yang me-rock ‘n roll-kan lagu Bangwan Solo, Kampuang nan Jauh di Mato dengan iringan music Orkes Taruna Ria, Nurseha (Ayam den Lapeh, Laruik Sanjo), serta Mas Yos sendiri yang merekam suara lewat lagu Nasi Uduk, Janganlah jangan diiringi Orkes Maruti.

            Sebelum menjadi Koes Bersaudara dan masuk rekaman DIMITA tahun 1969, Koes Bersaudara yang terdiri dari Tonny, Yon, Yok, Nomo, Jon pada tahun 1962 merekam lagu-lagunya diorama. Sejumlah lagunya yang hingga kini masih digemari antara lain Dara Manisku, Jangan Bersedih, Harapanku, Dewi rindu, Bis Sekolah, Pagi Yang Indah, Si Kancil, OhKau Tahu, Telaga Sunyi, Angin Laut, Senaj, Selamat Berpisah, Aku Rindukan Kasihmu, GAdis Puri, Kuduslah Cintamu, Slelau, Rindu, Awan Putih, Doa Ibu, Bintang Kecil, Di Pantai Bali.

            Titiek Puspa (minah Gadis Dusun, Si Hitamj, Daun vYnga Gugur, Mari Kemari), Lilies Suryani (Gang Kelinci, Tiga Mlam, Jali  jli), Tuty Subarjo – Onny Suryono (Telepon), Rachmat Kartolo (Patah Hati, Pursara Cintaku), Elly Kasim (Bareh Solok, Hitam Manis), Nien Lasmana (Kopral Djono, Letnan Hardi, Menanti) Serta Ireng Maulana sempat pula berkarya di studio rekaman IRAMA yang amat sederhana di Jln Cikini Raya. Sedemikian sederhananya sehingga suara hujan atau kereta api lewatdiblakang studio terekam lebih keras dari music dan vocal penyanyi.

            Jejak IRAMA diikuti DIMITA dan REMACO, yang selain memproduksi lagu-lagu keroncong, mulai berpaling pada lagu pop. DIMITA yang dipimpin Dick tamimi memproduksi piringan hiytam Panbers dan Koes Bersaudara, sebelum kedua grup itu pindah ke REMACO.

            Sementara LOKANANTA tetap memproduksi lagu-lagu daerah dan tradisional. Hingga thun 1964, perusahaan-perusahaan yang memproduksi piringan hitam ini tidak mengalami hambatan berarti kecuali pasar yang lambat berkembang.
Sumber : Http://gitapratiwie.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar