Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Lingkungan Hidup !!!
kesehatan dan keselamatan kerja
A.
Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Keselamatan
dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun
1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang
ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di
darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai
dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk
tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan,
sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan
upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat,
meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu
pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
A.
Kesehatan Kerja
Pengertian
sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan
juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat
dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau
penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke
arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan
kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang.
- Menurut blum (1981)
ditentukan oleh empat faktor yakni :
1.
Lingkungan,
berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam
berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan,pekerjaan).
2.
Perilaku
yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3.
3.
pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi, dan
4.
4.
genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
- Menurut Suma’mur (1976)
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial
dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit umum,konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah,
bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga
mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan
pekerjaannya (total health of all at work).
- Menurut Sumakmur (1988) kesehatan
kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau
mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,
terhadap penyakit penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap
penyakit-penyakit umum.
Kesehatan
kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
B.
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering
disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan
karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden
(incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau
“near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan
dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap
manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan
Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam : ada yang
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang
hanya disingkat
K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
C.
Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
1.
Agar
tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat
dan selamat.
2.
Agar
sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
D.
Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
- Kesehatan dan keselamatan kerja
diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia
sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
- Aspek perlindungan dalam hyperkes
meliputi :
1.
Tenaga
kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2.
Peralatan
dan bahan yang dipergunakan
3.
Faktor-faktor
lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4.
Proses
produksi
5.
Karakteristik
dan sifat pekerjaan
6.
Teknologi
dan metodologi kerja
- Penerapan Hyperkes dilaksanakan
secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan
industri barang maupun jasa.
- Semua pihak yang terlibat dalam
proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha
hyperkes.
B.
Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1.
Dalam bidang pengorganisasian
Di
Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada
Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
1.
Direktur
Pengawasan Ketenagakerjaan
2.
Direktur
Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
3.
Direktur
Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;Kasubdit mekanik,
pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi bangunan,instalasi listrik dan
penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan
ketenagakerjaan
4.
Direktur
Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;Kasubdit Kesehatan
tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan
dan keahlian kesehatan kerja.
Pada
Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam
upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih
pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)
2.
Dalam bidang regulasi
Regulasi
yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
1.
UU
No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.
UU
No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3.
KepMenKes
No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri.
4.
Peraturan
Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
5.
Peraturan
Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter
Perusahaan.
6.
Peraturan
Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi
Tenaga Paramedis Perusahaan.
7.
Keputusan
Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3.
Dalam bidang pendidikan
Pemerintah
telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli
K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
1.
Diploma
3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
2.
Strata
1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll
dan jurusan K3 FKM UI.
3.
Starta
2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di
UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada
beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga
ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus
mempelajari K3.
C.
Kecelakaan kerja
1.
Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata
Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
2.
Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab dasar
(basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
a.
Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
stress
motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
tidak cukup rekayasa (engineering)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
tidak cukup perawatan (maintenance)
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
tidak cukup standard-standard kerja
penyalahgunaan
b.
Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard)
yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng,
2003) :
Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi
syarat.
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
Terlalu sesak/sempit
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
Bising
Paparan radiasi
Ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah
tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan,
misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
Gagal untuk memberi peringatan.
Gagal untuk mengamankan.
Bekerja dengan kecepatan yang salah.
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
Memindahkan alat-alat keselamatan.
Menggunakan alat yang rusak.
Menggunakan alat dengan cara yang salah.
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
Data-data
tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo
Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N)
menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat,
sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil
menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan
kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 – 2001)
terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus
pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi
104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus,
sehingga rata – rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus
kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek.
Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476
orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang
tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur
Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa
berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama
di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata
setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari
81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga
rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan
tidak dapat bekerja kembali. “Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia
sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh
kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja,” ujarnya (www.kompas.co.id)
Menurut
International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian
yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan.
Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah
kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi
160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat
Kesehatan Kerja, 2005)
Faktor
Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan
dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan
diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya
serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan
mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial
untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat
dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya
menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak
selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan
baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi
oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan.
Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam
rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul
akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak
terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko
bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan
sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dari
hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja
wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana
47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang.
Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566
perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan
gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada
lengan dan tangan.
Di
perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura
dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building
Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%,
sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata
37%, lemah 31%.
Dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai
kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan
pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh
produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga
kerja.
Keselamatan
Kerja
Balai K3 Bandung
Definisi:
Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan kerja.
Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai
kecelakaan kerja,
kebakaran, & ledakan.
Tempat
kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air.
Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa)
- Peranan keselamatan kerja
Aspek
teknis : Upaya preventif utk mencegah timbulnya resiko kerja
Aspek Hukum : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK)
& orang lain di tempat kerja
Aspek ekonomi : Untuk efisiensi
Aspek sosial : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan
bagi kehidupan yang layak
Aspek kultural : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku
yang disiplin, tertib, cermat, kreatif,
inovatif, & penuh tanggung jawab.
- Hampir celaka (near miss): Suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, dalam kondisi yang sedikit
berbeda dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Contoh:
seseorang yang hampir terpeleset, tapi segera berpegangan pada pagar pengaman.
- Kesadaran akan keselamatan masih
rendah, salah satu indikasinya:
Kecelakaan
kerja (2005): 96.081 kasus di Indonesia
Kecelakaan kerja (2006): 92.000 kasus di Indonesia
- Kecelakaan tidak terjadi secara
kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Kecelakaan
dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau mengurangi penyebabnya.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan.
Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan &
kesedihan, kelainan & cacat, kematian.
- Penyebab kecelakaan manusia,
mesin, lingkungan
-
Kondisi yang tidak aman (15%)
- Tindakan yang tidak aman (85%)
- Konsep modern manajemen
keselamatan:
Sebab-sebab
kecelakaan: Secara umum ada 2 penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
-Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung
Penyebab Dasar: (basic cause)
-
Unsafe conditions & sub-standard conditions
- Unsafe acts & sub-standard practice
- Unsafe conditions &
sub-standard conditions (kondisi berbahaya): keadaan yang tidak aman pada
hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki
-
Pengaman yang tidak sempurna
- Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
-Penerangan kurang/berlebih
- Ventilasi kurang
- Iklim kerja tidak sesuai
- Getaran
- Kebisingan cukup tinggi
- Pakaian tidak sesuai
- Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping)
- Unsafe acts & sub-standard
practice (tindakan yang berbahaya): tindakan/perbuatan yang menyimpang
dari tata cara/prosedur aman
-
Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
- Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
- Memindahkan alat-alat keselamatan
- Menggunakan alat yang rusak
- Menggunakan alat dg cara yang salah
- Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
- Mengangkat secara salah
- Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
- Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
- Mabuk karena minuman beralkohol
- Penyebab dasar kecelakaan kerja:
-
Faktor manusia
* Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
* Kurangnya pengetahuan & ketrampilan
* Stres
* Motivasi yang salah
- Faktor lingkungan
* Kepemimpinan/pengawasan kurang
* Peralatan & bahan kurang
* Perawatan peralatan yang kurang
* Standar kerja kurang
- Biaya langsung dari kecelakaan
kerja:
-
P3K
- Pengobatan
- Perawatan
- Biaya Rumah Sakit
- Angkutan
- Upah (selama tidak bekerja)
-Kompensasi
- Faktor penyebab kejadian kecelakan
di industri, antara lain:
-
Kegagalan komponen, misalnya desain alat yang tidak memadai & tidak mampu
menahan tekanan, suhu atau bahan korosif
- Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam pemantauan
proses, kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping
- Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa
mengetahui jenis & sifatnya, kurang terampil, &
salah komunikasi
Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase,
kerusuhan massa.
- Klasifikasi Kecelakaan kerja:
-
Menurut jenis kecelakaan
* Jatuh
* Tertimpa benda jatuh
* Menginjak, terantuk
* Terjepit,terjempit
* Gerakan berlebihan
* Kontak suhu tinggi
* Kontak aliran listrik
* Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
-
Menurut media penyebab
* Mesin
* Alat angkut & alat angkat
* Peralatan lain
* Bahan, substansi & radiasi
* Lingkungan kerja
* Penyebab lain
-
Menurut sifat cedera
* Patah tulang
* Keseleo
* Memar
* Amputasi
* Luka bakar
* Keracunan akut
* Kematian
-
Menurut bagian tubuh yang cedera
* Kepala
* Leher
* Badan
* Anggota gerak atas
* Anggota gerak bawah
-
Mencegah kecelakaan kerja yang berulang
-Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi
- Meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
- Pencegahan kecelakaan kerja:
-Peraturan
perundangan
- Standarisasi
- Pengawasan
- Penelitian teknik
- Riset medis
- Penelitian psikologis
- Penelitian secara statistik
- Pendidikan
- Latihan-latihan
- Penggairahan
- Asuransi
D.
Undang-undang Keselamatan kerja
Pasal
10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja
guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
E.
Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam
era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya (di bidang
pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan
di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai macam
alasan .
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58%
penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan
dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia
terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik
dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta
stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga
masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan
yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja
tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang.
Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan
kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan
bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini
belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat
bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja
ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung
maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian
diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu
maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi
manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus
ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit
akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi
yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan
beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya
hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya
kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun
masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat
ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan
agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau ditiadakan kalau
memang memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan
selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti
yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat
internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi
yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat
internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai
bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah
kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan
penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian
atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula
memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar
tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu
pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor
bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk
hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak
terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan,
serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum.
F.
Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin
maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu
perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum
adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami
pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi
bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan
kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan
ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir
kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu
dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify)
potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya.
Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi
dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan
menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau
mengatasinya.
Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah
sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola
pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah
bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko
tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan
tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat
sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan
penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu
organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja
ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan
inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang
perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada
diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi
dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan
produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang
tidak diinginkan.
Perlunya
organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang
terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi
peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal
dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS
8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi
di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti
misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta
instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak
hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat
dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan
perilaku aman dan sehat.
Lingkungan
Hidup
H.
Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti
suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”
b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
“Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
2.
Pengertian lingkungan
Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
“ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
organisme.”
Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
“ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.”
Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
“ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta
segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak
dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun
kesehatan dari organisme itu.”
3.
Pengertian kesehatan lingkungan
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”
Menurut WHO (World Health Organization)
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet
Riyadi, WHO dan Sumengen)
“ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan
menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia
yang semakin meningkat.”
4.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah,
bencana
alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Menurut
Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.
5.
Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992)
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang
sejenis
2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang
berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an,
reaktor/tempat yang bersifat khusus.
6.
Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1) Sebelum Orba
- Th 1882 : UU ttg hygiene dlm
Bahasa Belanda.
- Th 1924 Atas Prakarsa Rochefeller
foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
- Th 1956 : Integrasi usaha
pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga didirikan
Bekasi Training Centre
- Prof. Muchtar mempelopori tindakan
kesehatan lingkungan di Pasar Minggu.
- Th 1959 : Dicanangkan program
pemberantasan Malaria sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air
(12 Nopember = Hari Kesehatan Nasional)
2)
Setelah Orba
- Th 1968 : Program kesehatan
lingkungan masuk dalam upaya pelayanan Puskesmas
- Th 1974 : Inpres Samijaga (Sarana
Air Minum dan Jamban Keluarga)
- Adanya Program Perumnas, Proyek
Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja, dll