Makna Tahun
Baru Hijriah bagi Seorang Muslim dan Bagaimana Menyambutnya
Jangan
Sambut Tahun Baru Hijriyah dengan yang Tidak Islami
Satu
hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan
ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu
dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti
mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan
sebuah kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya
amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita
melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau
perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan
perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat
suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.
Pesta
kembang api Tahun Baru Hijriah yang tidak Islami
Sejauh
yang kita tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut
tahun baru Hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum
Muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada
tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil,
dalilnya pun lemah.
Amalan
Keliru dalam Menyambut Tahun Hijriyah
Beberapa
amalan atau perbuatan yang keliru atau tidak pernah dicontohkan atau tidak ada
haidstnya yang kuat dari Rasulullah SAW, yaitu:
Pertama:
Do’a awal dan akhir tahun
Amalan
seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak
pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat,
tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada
kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para
ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Mesjid
Agung di Brunei Darussalam
Yang
lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal
dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta
atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Kedua:
Puasa awal dan akhir tahun

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ،
وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ
، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ
خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang
siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari
pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang
lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah
ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
Penilaian
ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas: (1).Adz Dzahabi dalam Tartib Al
Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya -Wahb bin
Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits. (2). Asy Syaukani
dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang
pendusta yang meriwayatkan hadits ini, dan (3) Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at
(2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini
adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.
Kesimpulannya
hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits
yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu
mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas
lemah.
Ketiga:
Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah dengan Pesta
Merayakan
tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i,
mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka
memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta
makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan
tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya,
para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah
sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh
Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka
(orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
Menyambut
tahun baru Hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun
yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula
kematian. Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu
kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Mesjid
Agung Patrajaya Kuala Lumpur Malaysia
“Aku
tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku
tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan
beristirahat, lalu meninggalkannya.“
Hasan
Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki
beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”
Semangat
Hijrah adalah Semangat Perubahan
Bulan
Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW
dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib”. Sebenarnya
kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan
sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal. Adapun pemahaman bulan
Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi, karena bulan Muharram adalah bulan yang
pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab, yang ketika itu
beliau sebagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan titik awal mula
kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah.
Memang
kita bisa merasakan bedanya peristiwa penyambutan tahun baru Masehi
dan tahun baru Islam (Hijriah). Tahun baru Islam disambut
biasa-biasa saja, jauh dari suasana meriah, tidak seperti tahun baru Masehi
yang disambut meriah termasuk oleh masyarakat muslim sendiri. Sebagai titik
awal perkembangan Islam, seharusnya umat Islam menyambut tahun baru Islam ini
dengan semarak, penuh kesadaran sambil introspeksi, merenungkan apa yang
telah dilakukan dalam kurun waktu setahun yang telah berlalu.
Dalam
bahasa Arab, hijrah bisa diartikan sebagai pindah atau
migrasi. Tafsiran hijrah disini diartikan sebagai awal perhitungan kalender
Hijriyah, sehingga setiap tanggal 1 Muharam ditetapkan sebagi hari besar Islam.
Memang, sejak hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib, sebuah kota subur, terletak 400
kilometer dari Makkah, Islam lebih memfokuskan pada pembentukan masyarakat
muslim yang tidak kampungan dibawah pimpinan Rasulullah.
Jadi
inti dari peringatan tahun baru Hijriah adalah pada soal perubahan, maka ada
baiknya momen pergantian tahun ini kita jadikan sebagai saat saat untuk merubah
menjadi lebih baik. Itulah fungsi peringatan tahun baru Islam.
Ada
3 pesan perubahan dalam menyambut Tahun Baru Hijriah ini, yaitu:
1.
Hindari kebiasaan-kebiasaan lama / hal-hal yang tidak bermanfaat pada tahun
yang lalu untuk tidak diulangi lagi di tahun baru ini.
2.
Lakukan amalan-amalan kecil secara istiqamah, dimulai sejak tahun baru ini
yang nilai pahalanya luar biasa dimata Allah SWT, seperti membiasakan shalat
dhuha 2 raka’at, suka sedekah kepada fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim,
dll.
3.
Usahakan dengan niat yang ikhlas karena Allah agar tahun baru ini jauh lebih
baik dari tahun kemarin dan membawa banyak manfaat bagi keluarga maupun
masyarakat muslim lainnya.
Hijrah
Spiritual dan Hijrah Amaliah
Bagi
kita umat Islam di Indonesia, sudah tidak relevan lagi berhijrah
berbondong-bondong seperti jijrahnya Rasul, mengingat kita sudah bertempat
tinggal di negeri yang aman, di negeri yang dijamin kebebasannya untuk
beragama, namun kita wajib untuk hijrah dalam makna “hijratun nafsiah”
dan “hijratul amaliyah” yaitu perpindahan secara spiritual dan
intelektual, perpindahan dari kekufuran kepada keimanan, dengan meningkatkan
semangat dan kesungguhan dalam beribadah, perpindahan dari kebodohan kepada
peningkatan ilmu, dengan mendatangi majelis-majelis ta’lim, perpindahan dari
kemiskinan kepada kecukupan secara ekonomi, dengan kerja keras dan tawakal.
Memakai
jilbab dan tutup aurat salah satu hijrah Spiritual dan amaliah
Pendek
kata niat yang kuat untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat
sehingga terwujud “rahmatal lil alamin” adalah tugas suci bagi
umat Islam, baik secara indifidual maupun secara kelompok. Tegaknya Islam
dibumi nusantara ini sangat tergantung kepada ada tidaknya semangat hijrah
tersebut dari umat Islam itu sendiri.
Semoga
dalam memasuki Tahun Baru Hijria 1432 Hijriyah ini, semangat hijrah
Rasulullah SAW, tetap mengilhami jiwa kita menuju kepada keadaan yang lebih
baik dalam segala bidang, sehingga predikat yang buruk yang selama ini
dialamatkan kepada umat Islam akan hilang dengan sendirinya, dan pada
gilirannya kita diakui sebagai umat yang terbaik, baik agamanya, baik
kepribadiannya, baik moralnya, tinggi intelektualnya dan terpuji.
Kesimpulan:
1.
Sebagai Muslim yamg taat dengan ajaran agama Islam, hendaklah kita menyambut
tahun baru hijriah ini dengan berbuat dan memperbaiki amalan-amalan kita
ditahun lalu.
2.
Hendaklah menyambut tahun baru ini dengan tidak melakukan sesuatu seperti yang
dilakukan non muslim merayakan tahun baru Masehi janganlah melakukan berbagai
kegiatan atau “ibadah” yang tidak dicontohkan oleh Rasulullh SAW.
3.
Hidup kita semakin hari semakin berkurang, bukannya bertambah, maka selayaknya
kita yang taat pada Allah, mempergunakan kesempatan hidup didunia ini dengan
sebaik mungkin. Karena ajal manusia merupakan rahasia Allah, dan jarum jam
tidak akan pernah berbalik arah, sudah sepantasnya kita memperbaiki diri kita
masing-masing.
Selamat
Tahun Baru Hijriah
Semoga
hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin,
dialah orang yang beruntung, Siapa yang hari ini keadaannya sama dengan kemarin
maka dia rugi, Siapa yang keadaan hari ini lebih buruk dari kemarin, maka dia
celaka” (Al Hadist).
Amin
0 komentar:
Posting Komentar